Sabtu, 28 November 2015

Etika Bisnis Blogger

Etika Bisnis

1.Permasalahan etis apa yang muncul dalam kasus pemalsuan merek tersebut ?
Jawaban :
manajemen pemasaran menurut saya bajak membajak hasil suatu karya orang lain merupakan pelanggaran yang serius, karena ini sangat merugikan si pembuat baik dari segi materi maupun yang lain. contoh seperti merk kaos peter says denim. dimana kaos ini begitu sangat terkenal baik di negeri sendiri, maupun ke luar negeri. Pembajakn ini terjadi karena adanya permintaan dari masyarakat khusunya masrakat kelas bawah yang ingin tetap tampil gaya dengan harga yang terjangkau. Akan tetapi hal ini tidak dibenarkan di dalam undang-undang dan seharusnya peran pemerintah harus lebih terlihat agar tidak merugikan si pembuat suatu karya.

TEMPO.COJakarta - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjatuhkan sanksi berupa teguran tertulis kepada lima stasiun televisi karena menayangkan iklan klinik pengobatan alternatif yang dianggap melanggar etika pariwara.

"Iklan itu menampilkan testimoni dan promosi. Itu tidak boleh," kata Komisioner KPI, Nina Mutmainah Armando, Rabu, 15 Agustus 2012. Sesuai aturan, institusi pelayanan kesehatan hanya boleh mengiklankan jasa-jasa dan fasilitas pelayanannya.

KPI sendiri sudah memantau iklan bermasalah ini sejak April 2012. Tujuh klinik obat tradisional, yaitu Tong Fang, Cang Jiang, Tai San, Klinik Herbal dan Salon Aura Spa Jeng Ana, Hongkong Medista Traditional Chinese Medicine, Tefaron, dan P-King, dinyatakan juga melanggar aturan periklanan.

Setelah diberi imbauan, kata Nina, empat dari tujuh klinik itu berhenti menayangkan iklannya. Mereka yang berhenti adalah Klinik Herbal dan Salon Aura Spa Jeng Ana, Hongkong Medista Traditional Chinese Medicine, Tefaron, dan P-King.

Sampai awal Agustus, klinik Tong Fang, Cang Jiang, dan Tai San tetap saja menayangkan iklan di Metro TV, Trans TV, Global TV, Trans 7, dan TV One. Oleh karena itu, KPI memberi surat teguran. "Kalau teguran ini diabaikan, iklannya akan kami hentikan," kata Nina.

Stasiun-stasiun televisi  yang mendapat sanksi adalah Metro TV, Trans TV, Global TV, TV One, dan Trans 7. Sebelum diberi sanksi, kata Nina, mereka sudah mendapat imbauan untuk menghentikan tayangan iklan itu sejak April hingga Mei 2012.

Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Dien Emmawati, mengaku sudah memanggil Klinik Tong Fang dan Can Jiang. Menurut Emma, kedua klinik itu sudah memiliki izin, baik bagi tempat prakteknya maupun tenaga kesehatannya. "Kami memberikan pembinaan kepada mereka karena ternyata iklan yang mereka tampilkan melanggar etika periklanan dan meresahkan masyarakat," ujarnya. 
TUGAS MAHASISWA :
1. Bagaimana pendapat saudara? apa unsur yang meresahkan masyarakat dari iklan tersebut?
2.BUATLAH MAKALAH TERSTRUKTUR TENTANG KASUS IKLAN LAINNYA YANG ADA DI SURABAYA. BERIKUT  DISERTAI ALASAN, DASAR HUKUM DAN TEORI JUGA SUMBERNYA.
Jawaban :
1.saya sangat tidak setuju dengan adanya pengiklanan tersebut. itu merupakan pemalsuan dan pembodohan publik yang dengan memberikan doktrin dan pengaruh pada masyarakata bahwa obat yang mereka gunakan aman. padahal pengiklanan tersebut tidak semudah itu. dibutuhkan standart pelayanan dan kesehatan dalam mendasari pengiklanan dan pendirian klinik tersebut.  

                                                Makalah
Etika Bisnis Tentang Periklanan




Di susun Oleh :

                        SUWANTO
                        01213006

FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI EKONOMI MANAJEMEN
UNIVERSITAS NAROTAMA
JL.Arief Rachman Hakim No 51
SURABAYA


ETIKA DALAM PERIKLANAN
Secara sederhana, etika adalah suatu suatu cabang ilmu filsafat yang mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan moral.
Etika berisi prinsip-prinsip moralitas dasar yang akan mengarahkan perilaku manusia
Iklan & Etika
Definisi iklan:
Pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi publik tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat
Definisi periklanan:
Seluruh proses yang meliputi penyiapan, perencanaan, penyampaian dan umpan balik dari pesan komunikasi pemasaran
(Dikutip dari: Etika Pariwara Indonesia, cetakan 3, 2007)
Periklanan atau reklame adalah bagian tak terpisahkan dari bisnis modern. Iklan dianggap sebagai cara ampuh untuk menonjol dalam persaingan. Dalam perkembangan periklanan, media komunikasi modern : media cetak maupun elektronis, khususnya televisi memegang peranan dominan. Fenomena periklanan ini menimbulkan perbagai masalah yang berbeda.

Periklanan dilatar belakangi suatu ideologi tersembunyi yang tidak sehat, yaitu ideologi konsumerisme atau apapun nama yang ingin kita pilih untuk itu. Ada dua persoalan etis yang terkait dalam hal periklanan. Yang pertama menyangkut kebenaran dalam iklan. Mengatakan yang benar merupakan salah satu kewajiban etis yang penting. Persoalan etis yang kedua adalah memanipulasi public yang menurut banyak pengamat berulang kali dilakukan melalui upaya periklanan.

Keuntungan dari adanya iklan:
Adanya informasi kepada konsumer akan keberadaan suatu produk dan “kemampuan” produk tersebut. Dengan demikian konsumer mempunyai hak untuk memilih produk yang terbaik sesuai dengan kebutuhannya. Adanya kompetisi sehingga dapat menekan harga jual produk kepada konsumen. Tanpa adanya iklan, berarti produk akan dijual dengan cara eksklusif  (kompetisisi sangat minimal) dan produsen bisa sangat berkuasa dalam menentukan harga jualnya.
Memberikan subsidi kepada media-massa sehingga masyarakat bisa menikmati media-massa dengan biaya rendah. Hampir seluruh media-massa “hidup” dari iklan (bukan dari penghasilannya atas distribusi media tersebut). Munculnya media-media gratis memperkuat fakta bahwa mereka bisa mencetak dan mendistribusikan media tersebut karena adanya penghasilan dari iklan.
Keburukan dari adanya iklan:
Memunculkan budaya materialisme. Konsumer yang tidak memiliki kemampuan rasional yang cukup baik dapat mudah terbujuk untuk membeli/mengkonsumsi produk-produk yang mungkin bukan merupakan kebutuhan utamanya. Hal ini dapat mengakibatkan persepsi yang salah di mata masyarakat bahwa memiliki/mengkonsumsi suatu produk dianggap menaikkan harkat diri manusia. Contoh: bila belum makan hamburger, rasanya belum menjadi manusia modern.
Memunculkan perilaku stereotip yang berbahaya. Penampilan tokoh-tokoh/model pada iklan dapat menimbulkan persepsi yang salah, seperti: bicara mengenai karir berarti bicara mengenai dunia kaum pria, bicara mengenai kecantikan berarti bicara mengenai kulit yang putih, rambut yang panjang terurai, bicara mengenai keluarga bahagia berarti bicara mengenai ayah, ibu, anak pria dan anak wanita dan lain-lain.
Munculnya produk-produk yang sebenarnya berbahaya untuk dikonsumsi. Karena alasan mendapatkan perlakukan yang sama dalam berkomunikasi dengan konsumernya, maka produk-produk itu juga diperkenankan beriklan (walaupun dengan banyak batasan) sehingga mempunyai resiko produk-produk itu dikenal oleh consumer-konsumer baru yang sebelumnya belum mengenail produk-produk tersebut. Ada pula produk-produk lain yang dalam iklannya berusaha membujuk konsumernya untuk menggunakan suatu produk dengan frekuensi yang sebanyak mungkin sehingga dapat memutar roda ekonomi. Padahal penambahan frekuensi penggunaan tidaklah secara otomatis berdampak pada peningkatan kualitas hidup manusia, bahkan dalam beberapa kasus, hal ini malah bisa membahayakan diri manusia.
Efek negatif iklan bisa sangat signifikan karena 3 faktor utama dari ciri-ciri dasar iklan:
Persuasif
Iklan bagaimanapun juga akan selalu mempunyai unsur membujuk seseorang untuk mempercayai isi pesan pada iklan tersebut dengan harapan konsumer mau memperhatikan, mencoba dan menjadi loyal terhadap suatu produk/jasa.
Frekuensi
Iklan akan selalu ditampilkan dengan frekuensi yang tinggi dengan harapan dapat menjangkau lebih banyak konsumer dan makin mudah diingat oleh konsumer.
Exposure
Eksposur berkaitan dengan bagaimana pengiklan berusaha “mengurung” konsumer dengan berbagai macam media untuk menyampaikan pesan-pesan iklannya. Setiap media yang digunakan berarti akan menambah tingkat eksposur dari produk/jasa tersebut sehingga konsumer selalu teringat atas produk/jasa tersebut.
Menyadari sisi baik dan buruk dari periklanan, maka perlu disusun suatu pedoman Etika Periklanan di Indonesia (yaitu kitab Etika Pariwara Indonesia).


Ciri-ciri iklan yang baik.
Etis: berkaitan dengan kepantasan.
Estetis: berkaitan dengan kelayakan (target market, target audiennya, kapan harus ditayangkan?).
Artistik: bernilai seni sehingga mengundang daya tarik khalayak.
ETIKA SECARA UMUM
Jujur : tidak memuat konten yang tidak sesuai dengan kondisi produk yang diiklankan
Tidak memicu konflik SARA
Tidak mengandung pornografi
Tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
Tidak melanggar etika bisnis, ex: saling menjatuhkan produk tertentu dan sebagainya.
Tidak plagiat     
ETIKA PARIWARA INDONESIA (EPI)
(Disepakati Organisasi Periklanan dan Media Massa, 2005). Berikut ini kutipan beberapa etika periklanan yang terdapat dalam kitab EPI.
Tata Krama Isi Iklan
1. Hak Cipta:
Penggunaan materi yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
2. Bahasa:
(a). Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancanaan pesan iklan tersebut.
(b).Tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“.
(c).Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu kandungan harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
(d) Penggunaan kata ”halal” dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga yang berwenang.


3. Tanda Asteris (*):
(a) Tanda asteris tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan, membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang ketidaktersediaan sesuatu produk.
(b) Tanda asteris hanya boleh digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu pernyataan yang bertanda tersebut.
4. Penggunaan Kata ”Satu-satunya”: Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata “satusatunya” atau yang bermakna sama, tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
5. Pemakaian Kata “Gratis”:
Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan jelas.
6. Pencantum Harga:
Jika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya dengan harga tersebut.
7. Garansi:
Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggung- jawabkan.
8. Janji Pengembalian Uang (warranty):
(a) Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang.
(b) Pengiklan wajib mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.          
9. Rasa Takut dan Takhayul:
Iklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
10. Kekerasan:
Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak langsung -menampilkan adegan kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan kekerasan.
11. Keselamatan:
Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.
12. Perlindungan Hak-hak Pribadi:
Iklan tidak boleh menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan yang bersifat massal, atau sekadar sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.
13. Hiperbolisasi:
Boleh dilakukan sepanjang ia semata-mata dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor yang secara sangat jelas berlebihan atau tidak masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang disasarnya.
14. Waktu Tenggang (elapse time):
Iklan yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan memadainya rentang waktu tersebut.
15. Penampilan Pangan:
Iklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap makanan atau minuman.
16. Penampilan Uang:
(a) Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan.
(b) Iklan tidak boleh menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk memperolehnya dengan cara-cara yang tidak sah.
(c) Iklan pada media cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih.
(d) Penampilan uang pada media visual harus disertai dengan tanda “specimen” yang dapat terlihat Jelas.
17. Kesaksian Konsumen (testimony):
(a) Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
(b) Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya.
(c) Kesaksian konsumen harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh konsumen tersebut.
(d) Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika diminta oleh lembaga penegak etika, harus dapat diberikan secara lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi pada hari dan jam kantor biasa.
18. Anjuran (endorsement):
(a) Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki oleh penganjur. (b) Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
19. Perbandingan:
(a) Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama.
(b) Jika perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari organisasi penyelenggara riset tersebut.
(c) Perbandingan tak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
20. Perbandingan Harga:        
Hanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk, dan harus diserta dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.
21. Merendahkan:
Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
22. Peniruan:
(a)  Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar, konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek, logo, judul atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti.
(b) Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga kurun dua tahun terakhir.
23. Istilah Ilmiah dan Statistik:
Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.
24. Ketiadaan Produk:
Iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.


25. Ketaktersediaan Hadiah:
Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
26. Pornografi dan Pornoaksi:
Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.
27. Khalayak Anak-anak:
(a) Iklan yang ditujukan kepada khalayak anakanak tidak boleh menampilkan hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka, memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan mereka.
(b) Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen waktu siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan, aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit wajib mencantumkan kata-kata “BimbinganOrangtua” atau simbol yang bermakna sama.
Ada empat faktor yang selalu harus dipertimbangkan dalam menerapkan prinsip-prinsip etis jika kita ingin membentuk penilaian etis yang seimbang tentang iklan.
Maksud si pengiklan
Jika maksud si pengiklan tidak baik, dengan sendirinya moralitas iklan itu menjadi tidak baik juga. Jika maksud si pengiklan adalah membuat iklan yang menyesatkan, tentu iklannya menjadi tidak etis.
Sebagai contoh: iklan tentang roti Profile di Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa roti ini bermanfaat untuk melangsingkan tubuh, karena kalorinya kurang dibandingkan dengan roti merk lain. Tapi ternyata, roti Profile ini hanya diiris lebih tipis. Jika diukur per ons, roti ini sama banyak kalorinya dengan roti merk lain.
Isi iklan
Menurut isinya, iklan harus benar dan tidak boleh mengandung unsur yang menyesatkan. Iklan menjadi tidak etis pula, bila mendiamkan sesuatu yang sebenarnya penting. Namun demikian, kita tidak boleh melupakan bahwa iklan diadakan dalam rangka promosi. Karena itu informasinya tidak perlu selengkap dan seobyektif seperti seperti laporan dari instansi netral.
Contohnya : iklan tentang jasa seseorang sebagai pembunuh bayaran. Iklan semacam itu tanpa ragu-ragu akan ditolak secara umum.
Keadaan publik yang tertuju
Yang dimengerti disini dengan publik adalah orang dewasa yang normal dan mempunyai informasi cukup tentang produk atau jasa yang diiklankan.
Perlu diakui bahwa mutu publik sebagai keseluruhan bisa sangat berbeda. Dalam masyarakat dimana taraf pendidikan rendah dan terdapat banyak orang sederhana yang mudah tertipu, tentu harus dipakai standar lebih ketat daripada dalam masyarakat dimana mutu pendidikan rata-rata lebih tinggi atau standar ekonomi lebih maju.
Contohnya : Iklan tentang pasta gigi, dimana si pengiklan mempertentangkan odol yang biasa sebagai barang yang tidak modern dengan odol barunya yang dianggap barang modern. Iklan ini dinilai tidak etis, karena bisa menimbulkan frustasi pada golongan miskin dan memperluas polarisasi antara kelompok elite dan masyarakat yang kurang mampu.
Kebiasaan di bidang periklanan
Periklanan selalu dipraktekkan dalam rangka suatu tradisi. Dalam tradisi itu orang sudah biasa dengan cara tertentu disajikannya iklan. Dimana ada tradisi periklanan yang sudah lama dan terbentuk kuat, tentu masuk akal saja bila beberapa iklan lebih mudah di terima daripada dimana praktek periklanan baru mulai dijalankan pada skala besar.
Seperti bisa terjadi juga, bahwa di Indonesia sekarang suatu iklan dinilai biasa saja sedang tiga puluh tahun lalu pasti masih mengakibatkan banyak orang mengernyitkan alisnya.
CONTOH PELANGGARAN ETIKA PERIKLANAN

Gambar 1 Reklame dari berbagai macam produk yang berada pada Jl. Jemursari – Surabaya


Opini :
Menurut saya pemasangan reklame tersebut tidak etis. Karena penempatan reklame yang kurang tepat dan peralatan yang digunakan untuk menyangga reklame tersebut adalah kerangka bambu. Dimana ukurannya tidak sama rata (besar dan kecil) dan sangat berpotensi menimbulkan bahaya bagi banyak orang terutama pengguna jalan raya yang berlalu lalang di jalan tersebut. Selain itu penyangga reklame bisa sewaktu-waktu roboh apabila terkena hujan ataupun angin sehingga aktivitas pengguna jalan terganggu. Disisi lain mengurangi kenyamanan dan keindahan jalan. Hal tersebut telah melanggar  UU no. 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Sebagian jalan diahli fungsikan sebagai tempat pemasangan reklame sehingga terlihat semrawut  dan tidak beraturan dan seharusnya jalan di fungsikan sebagaimana mestinya.

Gambar 2. Berbagai macam produk baliho pada Jl. Ngagel Jaya Selatan, Surabaya.
Opini :
Menurut saya, penempatan  baliho tersebut tidak tepat karena berada dan kurang aman karena penempatan baliho  dekat dengan kabel listrik. Selain itu ada beberapa baliho  menggunakan penyangga dengan kerangka bambu yang sewaktu-waktu bisa membahayakan banyak orang serta dekat dengan rumah warga sekitar. Apabila hujan dan angin berpotensi roboh dan penggangu jalan. Pemasangan reklame ini melanggar undang-undang periklanan sesuai Perda No. 8 Tahun 2006  tentang Penyelenggaraan Reklame dan Pajak Reklame Surabaya. Di samping itu penetapan pemasangan reklame di persil warga sesuai dengan undang-undang (UU) No. 28 tahun 2009. Berdasarkan UU itu, reklame dilarang dipasang di atas ruang milik jalan (rumija), karena rumija tidak boleh dijadikan ajang penarikan retribusi dan pajak daerah. Sehingga aturan itu bisa merugikan pengusaha.Penyebabnya, pemasangan reklame di luar rumija atau persil warga ukurannya maksimal hanya 4×6 meter. Di sisi lain, tingginya juga tidak boleh melebihi tinggi pohon. Atas penetapan itu, sudah jelas reklame tersebut berada di balik pepohonan kota.
Hal di atas berdasarkan Perda No.4 Tahun 2010 Bab VI Tentang Pajak Reklame:
Bagian Kesatu
Nama, Objek dan Subjek Pajak
Pasal 24
(1) Dengan nama pajak reklame dipungut pajak atas setiap penyelenggaraan reklame.
(2) Objek pajak reklame adalah semua penyelenggaraan reklame.
(3) Objek pajak reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi :
a. reklame papan/billboard/videotron/megatron/LED/Sign Net dan sejenisnya;
b. reklame kain;
c. reklame melekat, stiker;
d. reklame selebaran;
e. reklame berjalan, termasuk pada kendaraan;
f. reklame udara;
g. reklame apung;
h. reklame suara;
i. reklame film/slide, dan
j. reklame peragaan.
(4) Tidak termasuk sebagai objek pajak reklame :
a. penyelenggaraan reklame melalui internet, televisi, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya;
b. label/merek produk yang melekat pada barang yang diperdagangkan, yang berfungsi untuk membedakan dari produk sejenis lainnya;
c. nama pengenal usaha atau profesi yang dipasang melekat pada bangunan tempat usaha atau profesi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur nama pengenal usaha atau
profesi tersebut, dengan ketentuan luas tidak melebihi 2 m² (dua meter persegi) dan diselenggarakan di atas tanah/bangunan yang bersangkutan;
d. reklame yang diselenggarakan oleh Pemerintah/Pemerintah Provinsi/Pemerintah Daerah; dan
e. reklame yang memuat lembaga yang bergerak di bidang pendidikan, kesehatan dan sosial dengan ketentuan luas bidang reklame tidak melebihi 4 m² (empat meter persegi) dan diselenggarakan di atas tanah/bangunan yang bersangkutan;
f. reklame yang diselenggarakan pada saat Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah.
Pasal 25
(1) Subjek Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menggunakan reklame.
(2) Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame.
(3) Dalam hal reklame diselenggarakan sendiri secara langsung oleh orang pribadi atau badan, Wajib Pajak Reklame adalah orang pribadi atau Badan tersebut.
(4) Dalam hal Reklame diselenggarakan melalui pihak ketiga, pihak ketiga tersebut menjadi Wajib Pajak Reklame.
Bagian Kedua
Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak
Pasal 26
(1) Dasar pengenaan Pajak Reklame adalah Nilai Sewa Reklame.
(2) Dalam hal Reklame diselenggarakan oleh pihak ketiga, Nilai Sewa Reklame sebagaimana yang telah ditetapkan berdasarkan nilai kontrak Reklame.
(3) Dalam hal Reklame diselenggarakan sendiri, Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan memperhatikan faktor jenis, bahan yang digunakan, lokasi penempatan, waktu, jangka waktu penyelenggaraan, jumlah, dan ukuran media Reklame.
(4) Dalam hal Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diketahui dan/atau dianggap tidak wajar, Nilai Sewa Reklame ditetapkan dengan menggunakan faktor-faktor
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung dengan cara menjumlahkan Nilai jual Objek Pajak Reklame dan Nilai Strategis Penyelenggaraan Reklame.
(6) Perhitungan Nilai Sewa Reklame sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.



Pasal 27
(1) Untuk materi reklame rokok, besarnya Nilai Sewa Reklame ditambah 25% (dua puluh lima persen).
(2) Setiap penambahan ketinggian reklame sampai dengan 15 m (lima belas meter) pertama, besarnya Nilai Sewa Reklame ditambah 20% (dua puluh persen).
(3) Apabila suatu objek pajak reklame dapat digolongkan lebih dari satu jenis reklame sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(3), maka nilai pajaknya ditetapkan menurut jenis reklame yang nilai sewanya paling tinggi.
(4) Apabila suatu objek pajak reklame dapat digolongkan lebih dari satu kelas jalan, maka nilai pajaknya ditetapkan menurut kelas jalan yang nilai sewanya paling tinggi.
Pasal 28
Tarif pajak Reklame ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen).
Pasal 29
(1) Besaran pokok pajak Reklame yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27.
(2) Apabila berdasarkan perhitungan besaran pokok pajak yangterutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat nilai dibawah ratusan rupiah maka Penetapan Nilai Pajak Reklame dibulatkan ke atas menjadi ratusan rupiah.
Bagian Ketiga
Masa Pajak dan Saat Terutangnya Pajak
Pasal 30
(1) Masa pajak reklame sebagai berikut:
a. pajak reklame untuk penyelenggaraan reklame permanen dan reklame terbatas ditetapkan 12 (dua belas) bulan;
b. pajak reklame untuk penyelenggaraan reklame insidentil ditetapkan dalam satuan hari sesuai dengan jangka waktu penyelenggaraan.
(2) Saat terutangnya pajak reklame terjadi pada saat diselenggarakan reklame atau melakukan pemasangan reklame atau sejak diterbitkan SKPD.



Kesimpulan
Semakin banyaknya jumlah perusahaan periklanan yang melakukan pelanggaran karena tidak ada sanksi yang tegas dari pemerintah daerah bagi pelanggar. Sehingga dengan seenaknya mereka melakukan pemasangan iklan di sembarang tempat tanpa memperhatikan etika dalam beriklan. Dan kurang memperhatikan dampak yang akan timbul akibat aktivitas tersebut.
Saran
Hendaknya hukum atau tata peraturan periklanan di pertegas agar perusahaan periklanan dapat memperhatikan dalam pemasangan iklan tersebut dan tidak merugikan banyak pihak. Serta sanksi-sanksi di perjelas agar pelanggaran etika dalam beriklan semakin berkurang dan tertib beriklan.

3. Apa dampaknya bagi Pasar Bebas di Jawa Timur?
   Menurut saudara bagaimana solusi nya?
   Jelaskan jawaban saudara secara logis dengan kajian teoritisnya.
Jawaban : 
Dampak yang cukup menghawatirkan adalah pada industri UMKM, karena adanya kasus korupsi yang semakin menggila terutuma di pemerintahan pusat, maka secara tidak langsung pasar industri UMKM daerah sangat dirugikan, karena adanya parktik - paraktik yang tidak jelas membuat harga bahan dasar atau bahan baku menjadi tidak stabil, maraknya pungutan - pungutan adanya praktek monopoli karena para pengusaha berkolaborasi dengan elite politik. 
Solusi untuk pemberatansan korupsi adalah
  1. Peran aktif pemerintah dengan membuat regulasi yang tegas pada pelaku korupsi
  2. Lembaga - lembaga anti korupsi seperti ICW, KPK atau LSM harus meningkatkan peran aktifnya dalam pemberantasan korupsi 
  3. Pendidikan anti korupsi sejak dini perlu diterapkan.
pertayaan : 

4. Dalam buku Etika Binis-nya Hartman dan Desjardins telah dibahas tentang berbagai tanggung-jawab yang harus dijalankan perusahaan, misalnya tanggung-jawab kepada pemegang saham, tanggung-jawab sosial, tanggung-jawab kepada pemerintah, tanggung-jawab kepada konsumen, tanggung-jawab kepada lingkungan, dan lain-lain. 
Meski demikian dalam kenyataannya ada kalanya tidak semua tanggung-jawab itu bisa dijalankan perusahaan. Atau kadang kala tanggung-jawab kepada satu pihak bertentangan dengan tanggung-jawab kepada pihak lain. 
Berangkat dari hal tersebut, jika anda adalah seorang direktur/ pimpinan sebuah perusahaan, tanggung-jawab manakah 
yang menjadi prioritas pertama untuk anda kerjakan?
Mengapa tanggung-jawab tersebut yang anda anggap paling penting? 
Jelaskan dan berikan contoh-contoh!

Jawaban : 

 Jika saya jadi seorang direktur hal yang pertama saya saya prioritaskan adalah membenahi sistem managemen dahulu. Hal-hal yang salah dimanajemen diperbaiki agar kedepanya sistemnya menjadi lebih baik. Dengan baiknya sistem manjajemen ini akan berakibat majunya perusahaan dan akan menimbulkan kepercayaan dari konsumen. Jika itu terjadi hal ini akan berdampak signifikan untuk perusahaan

5. Surabaya - Gencarnya pemerintah menindak pelaku tindak pidana korupsi sepertinya bukan dijadikan momok yang menakutkan bagi para pejabat di Kota Surabaya. Buktinya Kota Surabaya masih menjadi kota terbanyak dalam urusan korupsi yang dilaporkan ke Pengadilan Tipikor Surabaya.
Dari data yang diperoleh wartawan, sejak diresmikannya Pengadilan Tipikor Surabaya pada 17 Desember 2010 lalu terlihat jelas jika tren korupsi di Kota Surabaya masih mendominasi disbanding kota besar di Jawa Timur. “Laporan tindak pidana korupsi di Jatim yang paling banyak memang Kota Surabaya,” ujar Panitera Muda (Panmud) Tindak Pidana Korupsi, Suhadak di kantornya, Selasa (23/5).
Hingga kini dalam catatan Pengadilan Tipikor Surabaya sudah menerima 14 perkara korupsi dari dua lembaga kejaksaan (Kejari Surabaya-Kejari Tanjung Perak). “Perkara-perkara korupsi tersebut merupakan berkas perkara yang dilimpahkan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya dan Kejari Tanjung Perak,” ungkapnya.
Salah satu perkara dari Kejari Surabaya ditangani Pengadilan Tipikor Surabaya, yakni perkara korupsi pada Badan Pertanahan Nasional (BPN). Perkara tersebut paling banyak menyeret beberapa pejabat pemkot Surabaya. “Kami juga baru saja menerima berkas perkara dari dugaan korupsi di PT Dok Perkapalan yang ditangani oleh Kejari Tanjung Perak,” katanya.
Urutan kedua ditempati Kota Sidoarjo. Kejari Sidorajo telah melimpahkan 10 berkas perkara korupsi. Disusul Situbondo dan Probolinggo masing-masing lima perkara korupsi. “Untuk kota-kota yang lainnya seperti Gresik, Banyuwangi, Malang, Kediri, Madiun, dan Bondowoso telah melimpahkan perkara korupsi ke kami, namun tidak lebih dari 5 perkara,” tandasnya.
Sedangkan wilayah Madura hingga kini belum ada satupun pengajuan berkas korupsi. “Bisa saja hal itu dikarenakan kurangnya sosialisasi oleh pihak Kejati. Jadi berkas perkara korupsi yang seharusnya ditangani di Pengadilan Tipikor Surabaya, hanya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri setempat,” jelasnya.
Suhadak menambahkan, sampai saat ini pihaknya mengaku belum menemukan kendala berarti dalam penanganan dan persidangan perkara korupsi. Hanya saja, ia akui, Pengadilan Tipikor masih kekurangan hakim add hoc dalam persidangan. “Bayangkan saja, antara perkara yang keluar dan perkara yang masuk tak sebanding. Rata-rata hakim tipikor memerlukan waktu 120 hari untuk menyelesaikan satu perkara korupsi, sedangkan dalam waktu 120 hari itu perkara yang dilimpahkan ke kami bisa mencapai 3 sampai 4 perkara,” tegasnya.
Untuk itu, ia mengharapkan, agar Mahkamah Agung (MA) bisa mendengarkan persoalan dihadapi Tipikor Surabaya.Selain jumlah hakim yang tak terbatas, ruang sidang hanya memiliki dua. Kondisi ini membuat sejumlah hakim, terdakwa, dan saksi terkadang harus menunggu sampai sore untuk melakukan sidang, dikarenakan ruangan terbatas. “Hingga sampai hakim harus pulang mencapai pukul 9 malam,” pungkas Suhadak. (m3)
Kota-kota Dengan Laporan Korupsi Terbanyak Di Jatim :
  1. Surabaya : 14
  2. Sidoarjo : 10
  3. Situbondo : 5
  4. Probolinggo : 5
  5. Lumajang : 4
  6. Banyuwangi : 4
  7. Mojokerto : 3
  8. Bondowoso : 3
  9. Blitar : 2
  10. Tulungagung : 2
  11. Malang : 2
  12. Kediri : 2
  13. Madiun : 2
  14. Jombang : 2
  15. Gresik : 2
  16. Tuban : 2
  17. Pasuruan : 1
  18. Ponorogo : 1
  19. Trenggalek : 1
  20. Bondowoso : 1
Sumber: surabayapost, Rabu, 25 Mei 2011

Diskusi :
Apa dampaknya bagi Pasar Bebas di Jawa Timur?
Menurut saudara bagaimana solusi nya?
Jelaskan jawaban saudara secara logis dengan kajian teoritisnya.
jawaban : 

Dampak Korupsi Terhadap Pasar Bebas di Jawa Timur :
1        Korupsi mendistorsi insentif seseorang, dan seharusnya melakukan kegiatan yang produktif menjadi keinginan untuk merealisasikan peluang korupsi dan pada akhimya menyumbangkan negatif value added.
2        Korupsi menjadi bagian dari welfare cost (biaya kesejahteraan) memperbesar biaya produksi, dan selanjutnya memperbesar biaya yang harus dibayar oleh konsumen dan masyarakat (dalam kasus pajak), sehingga secara keseluruhan berakibat pada kesejahteraan masyarakat yang turun.
3        Korupsi mereduksi peran pundamental pemerintah (misalnya pada penerapan dan pembuatan kontrak, proteksi, pemberian property rights dan sebagainya). Pada akhirnya hal ini akan memberikan pengaruh negatif pada pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
4        Korupsi mengurangi legitimasi dari peran pasar pada perekonomian, dan juga proses demokrasi.
5        Korupsi menimbulkan dampak ketidakpercayaan bagi investor asing yang mau menanmkan saham, sehingga menghambat laju pertumbuhan ekonomi.

Solusi dan Saran :
  1. Menghukum koruptor dengan hukuman yang seberat-beratnya.
  2. Memaksimalkan peran KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagaI pengawas yang jujur dan auditor yang bersih dalam melakukan peran kontrol dan pengusutan atas segala macam dugaan korupsi.
  3. Secara bertahap dan berkelanjutan pemerintah harus mengupayakan terlaksananya aturan yang sudah diciptakan, namun harus dilaksanakan sungguh-sungguh dan sebenar-benarnya.
  4. Menanamkan sejak dini nilai-nilai anti korupsi, terutama pada diri sendiri dulu. Misalnya kalo seorang pelajar atau mahasiswa dengan menanamkan gerakan Anti menyontek di kampus.

1 komentar: